Yang saya muliakan dan senantiasa saya ta’ati, Pengasuh Pondok Pesantren Putri Babul Khairat, Al-Habib Al-Ustadz Umar bin Muhsin Al-Aththas. Yang saya muliakan, Pendiri Pondok Pesantren Putri Babul Khairat, Al-Ustadzah Al-Hajjah Zainab binti Dawud. Segenap dewan guru Madrasah Babul Khairat yang saya hormati. Hadhirin hadirat tamu undangan yang berbahagia dan semua teman-temanku yang saya cintai….
Sesungguhnya setiap diri dari orang yang mengaku dirinya mukmin, mengaku dirinya muslim, maka dia mempunyai kewajiban untuk melakukan dakwah. Dia berkewajiban untuk mengajak orang lain melakukan kebaikan. Dia berkewajiban untuk mengajak orang lain kembali kepada Allah. Dia berwajiban untuk menyeru orang lain kembali kepada sunnah Rasulullah Muhammad saw. “Nahnu du’aah qabla kulli syai`” kita adalah da’I sebelum segala sesuatu yang menjadi profesi kita.
Sebagai petani atau nelayan, kita juga adalah seorang da’I yang akan menjadi contoh di lingkungan kita bagaimana kita bersikap kepada alam. Sebagai pedagang kita adalah seorang da’I yang akan menjadi contoh lingkungan kita bagaimana kita melakukan transaksi jual beli dengan baik. Kita tidak mengurangi timbangan, kita tidak menipu, dan kita senantiasa mengembangkan senyum pada setiap pembali yang datang. Sebagai guru, sebagai kariyawan, sebagai buruh dan bahkan sebagai apapun kita, semua kita adalah pendakwah islam. Kita harus menjadi contoh kebaikan di lingkungan kita masing-masing. “Ibda` bi nafsik” kita harus memulai dari diri kita sendiri sebelum menyuruh orang lain melakukan kebaikan.
Hadhirin hadhirat yang saya hormati…. Watak dakwah islam adalah kelembutan. Islam tidak memperkenankan setiap da’I melakukan pemaksaan kepada siapa saja untuk menetapi agama ini. Hal tersebut telah jelas ditegaskan oleh Allah di dalam kitab suci-Nya: “Laa ikraaha fiddin” tidak ada paksaan dalam beragama. “Faman araada an yu`min falyu`min. wa man araada an yakfur falyakfur” siapa saja yang hendak beriman, maka berimanlah. Dan barang siapa yang mau tetap kafir, silahkan saja. Kewajiban kita hanya menyampaikan dan mengajak. “Wa maa ‘alainaa illal balaagh”. Setelah kita sampaikan, setelah kita ajak, maka urusannya kita kembalikan kepada Allah swt, Sang Pemberi hidayah.
Hidayah adalah hak prerogatif Allah, “Man yahdihillaahu falaa mudhilla lahu, wa man ydhlilhu fa laa haadiya lahu”. Barang siapa yang Allah kehendaki untuk diberi-Nya hidayah, tak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa yang Allah kehendaki untuk tetap berada dalam kesesatan, maka tak ada seorang pun yang bisa memberinya hidayah. Itulah firman Allah kepada Rasulullah Sayyidina Muhammad saw ketika beliau sangat bersikeras agar pamannya sendiri, Abu Thalib beriman. “Innaka laa tahdi man ahbabta walaakinnallaaha yahdi man yasyaa`”. Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan petunjuk kepada orang yang sangat engkau cintai sekalipun. Akan tetapi Allah lah yang bisa memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikenhendaki-Nya.
Bapak-bapak, Ibu-ibu dan teman-temanku sekalian yang saya hormati…
Jelas sudah bahwa dakwah itu memang adalah kewajiban setiap individu muslim. Akan tetapi kita tidak boleh memaksa. Begitu juga, dakwah islam itu mempunyai tadarruj, atau tingkatan. Sebagaimana firman Allah swt: “Ud’uu ilaa sabili Rabbika bilhikmah walma`’izhatil hasanah wajaadilhum billati hiya ahsan” Serulah manusia kepada Allah. Ajaklah manusia untuk kembali kepada islam. Ajaklah mereka untuk rajin beribadah, menegakkan sunnah dan melakukan berbagai kebaikan. Tapi harus dengan cara yang baik. Kalau mereka ngotot, tidak mau, ngeyel misalnya, atau mereka mendebat kita, maka kita diperbolehkan untuk menghadapi kengototan dan debat mereka. Akan tetapi tetap dengan cara yang lebih baik dan lebih santun dari sikap mereka.
Hadhirin hadhirat rahimakumullah…
Ini yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa menjadi kesadaran awal bagi kita semua untuk mengawali kembali kewajiban dan dakwah kita kepada semua orang. Mari kita mulai dari diri kita, kita mulai dari lingungan terdekat kita dan kita mulai dari hal terkecil. Sebab sesuatu yang besar tak akan pernah tergapai tanpa didahului oleh yang kecil.
Hadaanallaahu wa iyaakum ilaa aqwamisssabil… tsummasssalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
*Alwiyah Ja’far Aidid,
disampaikan pada Haflah Akhirissanah 1432 H.
Leave a Reply